Rabu, 08 Maret 2017

Akhlaq Seorang Bidan

  1. A.    Muqaddimah
Selama ini ada kesan kuat terminologis yang sempit dan kaku di tengah-tengah masyarakat kita, mengenai apa itu akhlaq? Terminologi yang saya maksudkan itu bahwa akhlaq adalah suatu disiplin ilmu yang mempelajari mengenai baik-buruknya perilaku orang per orang atau sekelompok komu­nitas. Dalam perkembangannya, para ahli melakukan kajian akademis mengenai akhlaq yang pada akhirnya telah berkembang menjadi sebuah pengetahuan yang menyangkut juga tamaddun atau peradaban. Dengan  demikian, dalam tataran praktis kita bisa lihat culture (budaya) masyarakat Melayu akan mempunyai kekhasan dan perbedaan dengan masyarakat Eropa atau Timur Tengah, meskipun yang terakhir saya sebut­kan juga memeluk agama yang sama, yaitu Islam.
Dalam hubungannya dengan profesi, pada prinsipnya tidak ada perbedaan antara akhlaq seorang guru, bidan, dokter, pedagang, dan sebagainya. Tetapi, mungkin yang membedakannya adalah karena ruang lingkup dan tata kerja yang berlaku pada profesi yang dijalankan oleh seseorang. Sehingga seolah-olah ada hal yang membedakan antara akhlaq bidan dengan profesi lainnya.
Makalah ini sesungguhnya ingin mengedepankan sebuah tesis bahwa sebagai seorang bidan yang profesional harus lebih menunjukkan identitas dirinya sebagai seorang muslimah yang senantiasa menjalankan profesinya tanpa mengabaikan nilai-nilai agama Islam. Oleh karena itu, sejak seorang bidan melangkahkan kaki dari rumah ke tempat tugas, dirinya tidak melepaskan diri dari nilai atau kaidah agama Islam yang telah dianut dan diyakini kebenarannya. Inilah mungkin salah satu faktor yang juga ikut membedakan dirinya dengan bidan non-muslimah. Profesi kebidanan senantiasa dijalankannya dengan satu niat bahwa profesi ini adalah bagian dari pengabdian semata kepada Allah swt.
Dilihat dari segi judul, seharusnya makalah ini memperoleh dan ditunjang oleh hasil-hasil penelitian akademik, namun hingga kini saya menemukan satu karya ilmiah yang membahas secara khusus mengenai masalah ini. Dengan masalah itulah, maka makalah saya ini hanya merupakan pandangan pribadi yang ditunjang oleh berbagai referensi yang relevan sehingga hal ini tidak bias dari permasalahan inti yang diharapkan semula, yakni bagaimana sih semestinya akhlaq seorang bidan itu?

  1. B.     Bidan Sebagai Seorang `Abd (Hamba) Allah swt
Salah satu tujuan penciptaan manusia adalah untuk menyembah Allah, sebagaimana firman-Nya “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia me­lainkan supaya mereka menyembah-Ku” (Q.s. al-Zariyat/51: 56). Dalam kapasitas manusia sebagai hamba-Nya tidak ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan. Keduanya memiliki potensi dan peluang yang sama untuk menjadikan dirinya sebagai hamba yang ideal atau Muttaqun. Dalam konsep Muttaqun ini tidak dikenal adanya diskriminasi antara jenis kelamin, suku, etnik, atau bangsa. Sebagaimana yang ditegaskan Allah dalam Alquran surah al-Hujurat/49:13 “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kalian dari seorang laki­-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kalian berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kalian saling mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kalian di sisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa di antara kalian. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal”.
Kekhususan-kekhususan yang diperuntukkan kepada kaum laki-laki seperti seorang suami setingkat lebih tinggi di atas istrinya (Q.s. al-Baqarah/2: 228); laki-laki pelindung bagi perempuan (Q.s. al-Nisa/4: 34), memperoleh bagian warisan yang lebih banyak; menjadi saksi yang efektif (Q.s, al-Baqarah/2: 282) dan diperkenankan berpoligami bagi mereka yang meme­nuhi syarat (Q.s. al-Nisa/4: 3). Tetapi, itu tidaklah berarti menjadikan seorang laki-laki menjadi hamba yang utama di hadapan-Nya, melainkan kapasitas itu diberikan sebagai anggota masyarakat yang memiliki peran publik dan sosial lebih ketika kitab suci Alquran diturunkan. Oleh sebab itu, sebagai seorang hamba Allah, laki-laki dan perempuan masing-masing akan memperoleh penghargaan atau imbalan pahala sesuai dengan kadar kualitas pengabdiannya, sebagaimana Allah swt berfirman: “Barangsiapa yang mengerjakan amal shalih baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerja­kan”. (Q.s. al-Nisa/4: 124)
Selain itu, memang Nabi saw pernah bersabda sebagai yang diriwayatkan oleh  `Abdullah ibn `Umar r.a. yang menggambarkan bahwa seolah-olah laki-laki mempunyai kelebihan dalam hal ibadah sehingga wanita dikatakan memiliki “kekurangan akal” dan “kekurangan agama”. Maksud dari kata-kata “kekurangan akal” itu adalah persaksian dua perempuan sama kualitasnya dengan seorang laki-laki dan maksud dari “kekurangan agama” itu adalah karena hanya kaum perempuanlah yang mengalami menstruasi. Di samping itu, yang menyebabkan seolah-olah ada perbedaan adalah faktor budaya yang ada dalam kehidupan masyarakat setempat.

  1. C.    Bidan Sebagai Seorang Khalifah fi al-Ardl
Ada dua fungsi utama diciptakannya manusia di dunia ini, yakni (1) sebagai `abid (hamba), dan (2) sebagai khalifah fi al-Ardl (penguasa atau pemimpin di bumi). Hal ini termaktub dalam Q.s. al-An`am16: 165 sebagai berikut: “Dan Dialah yang menjadikan kalian penguasa penguasa di bumi dan Dia meninggikan sebahagian kalian alas sebahagian (yang lain) beberapa derajat, untuk mengujimu tentang apa yang diberikan-Nya kepada kalian. Sesungguhnya Tuhan kalian amat cepat siksaan-Nya, dan sesungguhnya Dia Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.
Pada ayat yang lain dan senada juga Allah swt berfirman: Ingatlah ketika Tuhanmu berfrman kepada para malaikat “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi “. Mereka (malaikat) berkata “Mengapa Engkau hendak menjadikan khalifah di bumi itu sedangkan orang itu akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?”. Tuhan berfirman: “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kalian ketahui” (Q,s. al-Baqarah/2: 30).
Kedua ayat suci di atas tidak menunjukkan sama sekali adanya hukum Tuhan, apakah kekuasaan itu berada pada laki-laki atau perempuan? Sehingga dari sinilah saya bisa menarik satu kesimpulan bahwa seorang perempuan – ­termasuk di dalamnya kita para profesional di bidang kebidanan – dalam menjalankan profesi atau keahliannya adalah sama dan atau setara dengan kaum laki-laki.
Dalam menjalankan profesinya – sebagai bentuk kekhalifahannya – seorang bidan haruslah mendasari tugasnya itu sebagai satu ibadah sehingga profesi itu adalah bagian dari kewajiban agama juga. Hal ini memang berhubungan erat sekali dengan kekuasaan Allah yang dibentangkan secara luas untuk dikerjakan, sebagaimana arti firman-Nya: “Dialah yang memperlihatkan kepadamu tanda-tanda (kekuasaan)-Nya dan menurunkan untukmu rezeqi dari langit. Dan tiadalah mendapat pelajaran kecuali orang-orang yang kembali kepada Nya” (Q.s. al-Mu’min/40: 13).

  1. D.    Bidan Sebagai Seorang Ibu
Ada beberapa term yang bisa kita jumpai di dalam kitab suci Alquran, jika bidan itu dihubungkan dengan dirinya sebagai seorang ibu atau kaum perempuan. Terdapat kata al-Nisa, misalnya, pada ayat 7 surah al-Nisa/4: “Bagi laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapak dan kerabatnya, dan bagi perempuan ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan ibu-bapak dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bagian yang telah ditetapkan”.
Dengan ayat ini, maka kata al-Nisa menunjukkan jender perempuan, di mana porsi pembagian hak tidaklah semata-mata ditentukan oleh realitas biologis sebagai perempuan atau laki-laki melainkan berhubungan erat dengan faktor realitas jender yang ditentukan oleh budaya di mana orang itu berdiam. Tetapi, kata al-Nisa dalam surah al-Bagarah/2: 222 menunjukkan bahwa yang dimaksudkan adalah istri-istri. Selain itu kita menjumpai kata al-Mar-ah. Antara kata al-Nisa dan al-Mar-ah lebih cenderung kepada maksud tugas reproduksi kaum perempuan, sedangkan satu lagi kata yaitu Untsa yang mana kata ini lebih menekankan pada aspek biologis atau seks (kelamin).
Berkenaan dengan perannya sebagai seorang ibu, seorang bidan semakin terhormat di hadapan Allah karena ada dua alasan: Pertama, menjalankan tugasnya sebagai pihak yang antara lain membantu seorang perempuan yang akan melahirkan seorang manusia di dunia ini. Kedua, menjadi ibu dari anak-anaknya yang lahir dari rahim (kasih sayang)-nya. Dengan itu, maka pantas jika Nabi Muhammad memberi jawaban yang meyakinkan sang penanya ketika dia berkata: “Kepada siapa aku berbuat baik ya Rasulullah?”, Rasulullah menjawab: Ibumu! Kata ini diulangi oleh beliau tiga kali, baru setelah itu beliau menambahkan: Bapakmu!


  1. E.     Profesi Bidan Dalam Pandangan Islam
Setiap manusia diberi kemampuan dan kebebasan oleh Allah swt untuk menentukan apa pilihan pekerjaannya kelak di dunia setelah ia dewasa. Karena bidan dan profesi kebidanan telah diakui dan dirasakan eksistensinya oleh publik, maka saya berkesimpulan bahwa bidan dan profesi kebidanannya adalah suatu profesi yang sejalan dan tidak bertentangan dengan nilai-nilai Islam. Apalagi ketika profesi bidan ditunjang oleh organisasi yang telah mandiri, profesional, dan lengkap dengan kode etik profesinya. Kode etik itu antara lain memuat tugas mulia seorang bidan yang berlandaskan nilai-nilai kemanusiaan yang luhur.
Nah, yang menarik kita pelajari bersama sebenarnya adalah mengapa bidan dan profesi kebidanannya itu harus dari pihak perempuan. Ini tidak mustahil ide dasar awalnya adalah karena faktor biologis, etik-moral dan akhlaq itu sendiri yang sejalan dengan nilai-nilai agama mana pun, terutama Islam. Terutama sekali ketika seorang bidan dalam membantu atau menolong persalinan seorang perempuan yang berasal dari jenisnya sendiri, misalnya, di mana pada saat itu aurat seorang wanita semuanya terbuka tanpa tutup apa-apa.
Tetapi, dilematisnya sekarang ialah adanya kaum pria yang mengambil spesialisasi kebidanan dan kandungan, di mana dari segi akhlaq melihat aurat yang bukan muhrimnya dengan profesi dan keahlian yang tidak tertutup kemungkinan di kalangan dokter-dokter dari kaum pria itu terkadang menimbulkan gejala dan fakta yang melahirkan perilaku menyimpang. Padahal terhadap etika dilarang melihat aurat yang bukan muhrimnya itu tertera di dalam Alquran surah al-Nur/24: 30-31.

  1. F.     Profil Akhlaq Seorang Bidan
Saya akan mengartikan secara lebih “bebas” atau fleksibel mengenai akhlaq ini dengan masalah kepribadian. Hal ini saya hubungkan dengan kepribadian kita yang sesungguhnya sebagai seorang bidan sehingga sehari-harinya di dalam menjalankan profesi menampakkan kemusliman kita dan bahwa kita adalah bidan yang muslimah dan beda dengan yang lainnya.
Pertama, sebagai seorang muslimah, seorang bidan harus menunjukkan diri­nya sebagai yang menjalankan tugasnya secara profesional, penuh tanggung­ jawab dan di atas segalanya adalah niat ibadah semata kepada Allah.
Kedua, seorang bidan harus dan wajib mensyukuri nikmat ilmu dan profesi­nya. Lewat itulah seorang bidan bisa beramal seluas-luasnya baik dalam konteks hablun min Allah wa hablun min al-Nas (hubungan jalinan kepada Allah dan manusia).
Ketiga, karena profesi seorang bidan banyak berhubungan dengan manusia dalam arti individu dan keluarga, maka lewat profesinya memungkinkan hal itu dijadikan sebagai sarana perluasan hubungan ukhuwah Islamiyah.
Keempat, setiap bidan hendaknya meningkatkan kualitas intelektual, memperluas wawasan keilmuan dan referensi untuk menunjang karier terutama dalam memenuhi tuntutan perkembangan ilmu, teknologi dan informasi.
Kelima, seorang bidan senantiasa menanamkan keyakinan pada diri sendiri bahwa apa yang dilakukannya itu mampu ia pertanggungjawabkan konseku­ensinya di akhirat kelak. Oleh karena itu, berbuat yang ahsan (terbaik) dalam menjalankan profesi dari waktu ke waktu adalah filosofi akhlaq Islam yang harus diwujudkan pada semua lapisan masyarakat.
http://abdmajid.staf.upi.edu/2013/08/27/akhlaq-seorang-bidan/
Akademi Kebidanan Ummi Khasanah Yogyakarta. AKBIDUK Jogja. Pendaftaran PMB Akbid. AKBID Kebidanan. Mau jadi Bidan Profesional dan handal kunjungi : www.akbiduk.ac.idAkbid di Jogja Akbid Ummi Khasanah Yogyakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar